Temuan ini hadir dalam dalam pertemuan panel "The Algorithm Method: Love in Social Media Age". Salah satunya mempertanyakan dampak sosial media terhadap kebohongan.
Ternyata, media sosial semisal Twitter dan Facebook belum mampu memfasilitasi kecurangan, menurut ahli hubungan dan antropolog Helen Fisher, Ph.D. "Tidak cukup bukti bahwa teknologi dan media sosial penyebab kecurangan, " kata Fisher.
Fisher mengungkap, otak menyimpan indikator kebohongan yang tidak berubah selama 2.000 tahun. Bila seseorang memilikinya, maka kecenderungan orang tersebut akan selalu berhobong.
Tingkat hormon testosteron tinggi merupakan indikator kebohongan. Saat pasien disuntik dengan testosteron, tidak hanya menaikkan gairah seks, tetapi juga kecenderungan narsisme mereka.
"Kebohongan wanita lebih sulit dideteksi karena secara alami mereka berpikir lebih kontekstual. Wanita memerhatikan visi dalam jangka panjang dan meneliti konsekuensinya sebelum bertindak," katanya seperti dilansir Yourtango.