Jaman Siti Nurbaya terkenal dengan budaya perjodohannya, tidak hanya itu, pertukaran seorang gadis dengan beban hutang pada soudagar kaya pada masa itu dianggap lazim, tapi saat ini pun masih banyak juga budaya "menjodohkan". bagaimana untung ruginya mencari pasangan jenis ini? berikut beberapa pandangan mengenai Cinta yang di dasarkan Perjodohan, dirangkum oleh TIRTAMAYA.COM
Ikatan hubungan yang dibangun atas dasar cinta memang tidak menjadi jaminan akan langgeng. Namun ketika hubungan tersebut berdiri tanpa dasar cinta sedikit pun, hal tersebut juga terancam rapuh.
Ya, kecocokan memang menjadi faktor utama dalam keharmonisan hubungan. Meski tidak selalu harus menjadi dominan dalam hubungan, namun tak dipungkiri kecocokan antar pasangan sangatlah dibutuhkan di luar perbedaan yang ada.
Menurut Psikolog dan Dosen Muda Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Bandung, Fredrick Dermawan Purba MPsi, faktor kecocokan pasangan biasanya dikarenakan adanya persamaan esensial.
“Jika pasangan mengalami kecocokan itu pasti karena memiliki persamaan esensial, seperti secara tingkat pendidikan atau strata ekonomi yang sama biasanya lebih nyambung,” jelas pria berkacama ini kepada okezone lewat sambungan telepon, Kamis (22/3/2012).
Biasanya kecocokan pasangan satu sama lain dikarenakan ada kecocokan dasar dari dua insan tersebut. Namun jika cinta dapat tumbuh dalam sebuah perjodohan, faktor kecocokan satu sama lain sangatlah minim.
“Kemungkinan kecocokan dalam sebuah perjodohan masih 50:50, karena jika memang yang dijodohkan merasa nyambung pastinya mereka bisa saling mencintai, tetapi jika tidak ada kecocokan, ya susah untuk ke depannya,” sambungnya.
Ketika sebuah perjodohan menemukan kecocokan, sambung Fredrick tentu akan berbuah baik untuk kehidupan ke depannya. Namun akan berbeda ketika perjodohan tersebut tidak memiliki kecocokan bagi pasangan yang menjalaninya tentu akan berat untuk menghadapi kehidupan selanjutnya.
“Peluang untuk stres jika terjadi ketidakcocokan akan besar karena orang yang menjalaninya menjadi tidak bahagia. Selain itu, mereka pun akan depresi karena merasa dirinya tidak berharga, enggak mau hidup lagi, dan sebagainya. Tapi semua itu tergantung lagi pada kepribadian masing-masing orang,” tutupnya.