Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan alasan mengapa mencintai sesama begitu ditekankan pada kehidupan manusia. Kali ini bukan alasan yang berkaitan dengan agama tertentu atau nilai-nilai moral hubungan sosial, melainkan alasan dari sisi ilmu pengetahuan.
Emma Morton, seorang editor bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, menulis untuk thesun, bahwa cinta pada pandangan pertama memang benar adanya. Suatu senyawa kimia pembawa rasa euforia membanjiri otak hanya dalam waktu seperlima detik setelah seseorang menatap sosok yang kemudian disebut cinta pada pandangan pertama. Peneliti Amerika juga menemukan bahwa dalam keadaan bergelimangan cinta, bahkan pendengaran seseorang juga ikut terpengaruh.
Sementara itu, mereka yang mencintai seseorang dan terlibat dalam hubungan percintaan juga merasakan efek cinta yang memang memabukkan ini. Hasil yang didapat dari penelitian di Amerika menyebutkan, ketika kita menatap orang yang disayangi, timbul reaksi di 12 bagian otak. Area ini biasanya terkait dengan fungsi intelektual dan puzzle-solving, namun efek yang ditimbulkan adalah melonjaknya senyawa good feeling seperti dopamine, oxytocin dan adrenaline dalam otak, serupa dengan efek yang diberikan saat mengonsumsi kokain.
Efek tersebut membuat seseorang berbahagia ketika mencintai orang lain. Uniknya, seperti disebutkan dalam theguardian, tingkat efek analgesic dan euforia ini bisa bertingkat sesuai dengan hubungan manusia itu sendiri. Tidak hanya mencintai sebagai pasangan, saat seseorang mencintai orang lain sebagai teman, saudara atau bahkan sebagai bentuk empati saja,lonjakan senyawa good feeling juga terjadi di otak meskipun dalam kadar yang lebih rendah. Oleh karena itu, lepas dari agama atau ajaran moral apa pun, mencintai itu tetap membahagiakan. Daripada pakai kokain, lebih giat mencintai orang saja yuk!